Setiap
orang mungkin ingin melakukan hal
berbeda
pada hari libur. Begitu pun
saya, Minggu lalu, saat ingin sarapan, kalaupun di luar, tidak di kedai
biasanya, sekalian refreshing.
Saya
memilih Pujasera Regency. Letaknya di tengah perumahan, daerah Ngesrep Barat, Banyumanik, termasuk Semarang atas. Saya tinggal di Semarang bawah.
Tiba di tempat, saya
pikir tempat itu hanya menjajakan makanan, ternyata ada mainan anak-anak, juga penjual buah-buahan dan sayuran.
Aroma lezat serabi menyambut
kedatangan saya. Penjual menjajakan makanannya depan pintu masuk bangunan,
berkonsep gubuk, namun luas. Penjual lelaki duduk di dingklik sambil menuangkan
adonan dalam wajan-wajan kecil, lalu menambahi makanan-makanan sebagai rasa-rasa
khusus. Penjual wanita melayani pembeli. Melihat antrean panjang, saya
menyerah.
Lalu saya masuk.
Kedai-kedai
makanan berdiri di pinggir,
kursi-kursi pembeli di tengah. Pembeli berjubel lintas etnik, lintas generasi.
Beragam makanan
dijual: tahu
aci, siomai, sup matahari, ayam geprek, swike, kwitau, dll.
Tidak
ada satu pun kursi kosong
di dalam. Di alam bebas, para pembeli juga memenuhi kursi-kursi
dengan
diteduhi
payung-payung. Setelah jalan
ke sana ke mari, memlih antrean minimal, saya memesan siomai. Sambil
menuggu makanan pesanan, saya bincang-bincang dengan salah satu penjual.
“Ramai
pengunjung, banyak untungnya, Koh?”
tanya saya sambil memperhatikan
ia meracik bahan-bahan makanan untuk dimasak.
“Ya nggak juga. Yang penting
lumayan,” jawabnya tertawa,
memamerkan gigi-gigi putihnya; matanya segaris.
Ketika saya menebak bahwa rumahnya
seputar
pujasera, saya
salah. “Medoho,” jawabnya.
Tentu
tidak saya perlihatkan ketidakdugaan saya bahwa ia harus menempuh puluhan kilometer dari rumah menuju
pujasera. Maka ia mematok harga berlipat ganda dari harga umum, mungkin juga penjual-penjual makanan lain, belum lagi
membayar sewa kedai. Namun secara keseluruhan, pujasera memberi banyak
fasilitas, termasuk makan di
alam bebas sambil melihat Kota Semarang dari atas. Dengan buka hanya hari Minggu dari jam 07.00 hingga
12.00 para pengunjung rindu ke sana lagi.
Saatnya
saya
menyantap siomai.
Tanpa bermaksud ikut campur urusan orang lain, saya mendengar dialog dua wanita, semeja dengan saya.
Usia mereka sekitar 25 tahun.
Penampilannya sama-sama keren. Semula saya kira mereka dua sahabat, namun, si
rambut pendek memerintah ini itu, si rambut panjang menjalankan perintah tanpa
penolakan, dan hubungan itu lebih mirip majikan dengan pembantu.
Di perjalanan pulang, saya
senyum-senyum atas semua pengalaman pagi itu. Mungkin
saya
perlu mengoptimalkan sensorik atau indra (penglihatan, pendengaran, penciuman,
dll), agar menyikapi hidup secara tepat, dan, tak salah sangka.
@@@
Tidak ada komentar:
Posting Komentar