Iis Soekandar: Mangga Gurih VS Mangga Mahatir

Senin, 30 Desember 2024

Mangga Gurih VS Mangga Mahatir



Musim mangga belum usai; saya masai. Dari sekian lama musim mangga, saya tidak menemukan mangga gurih. Bentuknya agak bulat pipih, kecil, kulitnya hijau pekat. Saya suka menyantapnya setengah matang.

Hampir setiap pagi saya melewati pasar. Setelah salat Subuh di masjid saya sengaja jalan memutar, jalan-jalan dan menghirup udara pagi yang segar, sekalian berbelanja yang sedang saya butuhkan. Saya membeli sarapan dan buah-buahan.

Di pasar, banyak orang berjualan mangga. Pedagang ayam, pedagang bumbu, pedagang sayur, yang sehari-hari tidak menjual buah-buahan, menjual mangga. Rata-rata mereka menjual lebih dari satu jenis mangga. Ada banyak jenis mangga: arumanis, gurih, manalagi, indramayu, golek, tailan, apel, dan mungkin ada macam mangga-mangga lain.

“Kenapa tidak jual mangga gurih, Mas?” tanya saya penasaran. Kami berbincang dalam bahasa Jawa.

“Mangga gurih harganya mahal! Dari pengepul 12 ribu sekilo, Terus aku mesti jual berapa? Mana ada konsumen beli. Mangga di sini rata-rata 10 ribu sekilo, bahkan ada yang nawar 7 ribu,” jawabnya, seperti tertuduh membela diri pada kasus pencurian yang tidak ia lakukan. Dia tersinggung saya mengira modalnya terbatas.

“Ya udah, Mas.” Saya juga kesal. Saya bertanya, tidak menuntut. Beruntung saya tidak sekadar bertanya tentang mangga gurih, tapi juga membeli mangga arumanis, jualannya. Tiba-tiba bau knalpot menusuk hidung; suara klakson memekak telinga. Berada di pasar krempyeng pinggir jalan, pembeli tak bisa berlama-lama. Setelah membayar sepuluh ribu, saya berdiri, dan pergi.  

Sehari-hari saya tinggal di daerah panas, bergelut dengan debu, cocok refreshing ke pedesaan, seperti ke Gunungpati. Saat saya makan siang, terlihat pohon mangga di pinggir restoran itu. Saya bertanya kepada seorang lelaki di situ.

“Kalau minat saya sambungkan ke pemiliknya. Namanya mangga mahatir,” jelasnya berpromosi. Alih-alih saya menemukan mangga gurih, mangga yang saya temui ukurannya jumbo. Bentuknya mirip huruf S.

“Belakangnya pakai Muhammad?” tanya saya berkelakar. Bapak itu bengong. Lalu ia tertawa setelah saya jelaskan bahwa Mahatir Muhammad nama mantan PM Malaysia. Beratnya satu kilo; harganya sepuluh ribu. Saya beli. Ternyata di sebelah restoran ada perkebunan mangga mahatir. Saya tolak tawarannya ke sana; hari jelang sore.

Dagingnya tebal; isinya tipis. Rasanya termasuk manis, walau tidak semanis mangga arumanis, yang dari luar menguar aroma manis. Gara-gara mangga gurih saya mendapatkan koleksi mangga mahatir. Kini, saya tahu ke mana tempat saya sambangi jika butuh mangga mahatir.

                                                                                       @@@ 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar