Makanan Tradisional
Oleh: Iis Soekandar
Waktu menunjuk pukul tujuh kurang seperempat. Ruri bergegas turun dari
mobil. Kedatangannya selalu mengundang perhatian. Ruri yang selalu diantar dan
dijemput dengan mobil. Sementara yang lain pada umumnya naik sepeda. Wajarlah
karena kebanyakan bertempat tinggal seputar sekolah. Kalau pun ada yang
rumahnya jauh diantar pakai kendaraan roda dua.
Ruri paling besar di antara teman-teman sekelasnya. Tubuh Ruri tinggi
dan gemuk. Belum lagi bawannya. Tidak hanya tas di punggung, bahu kirinya
mencangklong tas tali panjang berisi makanan.
Pagi itu jam pertama dan kedua ulangan pelajaran bahasa Indonesia. Satu
jam berikutnya Bu Netty menerangkan bab baru tentang bilangan pecahan. Bu Netty
sebagai wali kelas melihat anak didiknya jenuh. Tidak heran begitu terdengar
bel istirahat, mereka buru-buru ke luar. Ke mana lagi kalau bukan ke kantin.
“Ayo, Rur, kita ke kantin!” ajak Sabrina, teman sebangkunya.
“Aku bawa pizza. Tadi pagi Mama sengaja bikinin aku buat bekal ke
sekolah,” jawab Ruri sambil mengeluarkan kotak plastik tempat makanan. Tidak
lupa ia juga mengambil minuman jus dari kantung samping tas punggungnya.
Sabrina lalu keluar menuju kantin bersama teman-teman lain. Begitulah
Ruri, ia jarang ke kantin, kecuali sekali waktu, makan batagor atau siomay.
Tidak lama teman-temannya kembali ke kelas. Mereka sekarang berwajah
ceria. Maklumlah perut sudah terisi. Sebagian membawa makanan dari kantin.
Pizza yang dibawa Ruri sudah habis. Ia melihat Sabrina sedang
menghabiskan nagasari yang tadi dibelinya dari kantin. Ruri melihat Vita asyik
menikmati getuk singkong yang dibungkus daun pisang. Vita makan begitu nikmat.
Apalagi getuk itu dicampur parutan kelapa dan saus gula merah.
“Kamu mau, Rur, enak getuk singkong, manis dan gurih,” Kata Vita.
“Enggak,” Jawab Ruri menggeleng.
“Ruri mana mau. Dia kan makannya makanan seperti pizza, burger,
spageti,” Kata Bella.
“Iya, percuma menawari Ruri,” Sambung Ira.
Semua teman Ruri sudah menyangka kalau ia
tidak suka makan makanan tradisional. Yang Ruri makan selalu makanan asli luar
negeri.
@@@
Suatu hari, Ruri melihat kertas putih kecil di bawah meja kelasnya. Saat
itu kelas sepi. Semua pergi ke kantin.
Ruri mengambil kertas itu. Ternyata sampul surat. Depannya tertulis nama
Sabrina Wulandari. Ia iseng membuka. Betapa Ruri kaget ketika mengetahui
isinya. Sebuah kartu berwarna pink berupa undangan ulang tahun Ira besok sore.
Mengapa aku tidak diundang? Bukankah aku juga teman sekelasnya? Pasti
kartu ini telah diterima Sabrina beberapa hari lalu. Kata Ruri dalam hati.
Tidak lama Sabrina kembali dari kantin. Disusul teman-teman lain.
Ruri memberikan kartu undangan Sabrina yang terjatuh.
“Sab, mengapa aku tidak diundang ulang tahun Ira?” tanya Ruri sedih.
“Sebetulnya ia ingin mengundangmu juga. Tapi mana mungkin kamu mau
datang. Tempatnya di kedai Dapur Bunda. Dapur Bunda menjual makanan
tradisional, semacam jajan pasar. Bukankah kamu selama ini hanya makan makanan
dari luar, seperti pizza?”
Ah ya, Dapur Bunda menyajikan khusus makanan tradisonal, ulang Ruri
dalam hati. Tapi ia tidak mau tertinggal kebahagiaan bersama teman-temannya.
“Sab, maukah kamu bilang pada Ira untuk mengundangku juga. Aku pasti mau
makan makanan di sana. Bukankah aku juga orang Indonesia? Aku ingin
bersenang-senang pada ulang tahun Ira,” ungkap Ruri sedih.
Sabrina juga sedih. Ia mencoba menyampaikannya pada Ira.
“Wah gimana ya, Mamaku sudah terlanjur memesan 19 porsi. Bukankah Ruri
tidak suka makanan tradisional?” tanya Ira.
Sabrina terus membujuk Ira. Ira kasihan.
“Baiklah, nanti aku bilang pada Mamaku, ya!” kata Ira.
Ruri senang sekali mendengarnya. “Terima kasih, Ira!”
“Sama-sama, Ruri!” balas Ira.
Esok harinya, Ira memberikan undangan pada Ruri.
“Syukurlah, Mama bersedia memesan 20 porsi. Kamu jangan lupa hadir nanti
sore, ya!” pesan Ira.
Ruri senang sekali. “Terima kasih, Ira! Aku pasti akan datang!” janji
Ruri.
Sore harinya, Ruri sudah hadir di pesta ulang tahun Ira di Dapur Bunda.
Ternyata Ruri menikmati makanan tradisional. Seperti jadah rasanya gurih, wajik
yang manis, klepon yang bentuknya bulat sebesar biji kelereng berisi gula
merah, dan masih banyak lagi.
Sejak itu Ruri tidak lagi menolak bila diajak makan bersama ke kantin.
Ia menikmati makanan yang ada, termasuk makanan tradisional. Karena makanan
tradisional, tidak kalah dengan makanan asal luar negeri.
@@@
Tidak ada komentar:
Posting Komentar