Puasa
Ramadan identik cuaca panas. Dahaga adalah salah ujian yang harus dilalui
setiap Muslim, begitu terasa. Namun, Ramadan tahun ini bertepatan bulan Maret,
yang menurut penanggalan, hujan rajin menyambangi.
Pengajian selesai. Kami menuntaskan
dengan salat Asar di masjid. Saya bersama jemaah berburu takjil. Saya mencari
ketan biru, makanan khas Semarang, terbuat dari beras ketan berwarna biru, di
atasnya diberi enten-enten. Saya berkeliling alun-alun dan sekitarnya, membaca
satu per satu tulisan makanan di depan kedai-kedai. Pedagang ketan biru
biasanya juga menjual lontong opor.
“Wah, di mana ya. Saya nggak lihat
tuh, penjual ketan biru,” jawab penjual aneka jus buah yang saya tanya. Saya
tinggalkan wanita itu bersama suara berisik alat jus yang sedang melumat jambu
biji merah.
Tak lama air dari langit turun rinai.
Saya gegas pulang. Tidak bijaksana jika saya terus memburunya di tempat-tempat
lain. Saya harus menjaga kesehatan. Demi
mengurangi rasa kecewa, saya lewati sore-sore bersama buku bacaan.
Saya pikir buku ini hanya membahas kuliner
Semarang. Istilah Semarangan mengacu kuliner Semarang dan daerah-daerah pantai
utara Jawa Tengah: Batang, Demak, Kudus, Jepara, Pati, Lasem, Grobogan, dan
Purwodadi.
Kuliner akulturasi masyarakat
Tionghoa, Islam, Hindu, merupakan bagian dari makanan keseharian masyarakat
Semarangan. Bangsa-bangsa asing itu datang di Indonesia untuk berdagang.
Di Semarang, lumpia, bakso, lontong
cap go meh, bolang baling adalah contoh akulturasi masyarakat Tionghoa, juga
swike khas Purwodadi. Begitu pun bacang: makanan berbahan beras ketan yang
diberi isian daging, dan dibungkus daun bambu, sangat mudah ditemui di Lasem
pada hari-hari biasa. Sedangkan kuliner Jepara mendapat pengaruh dari Tionghoa,
Arab, dan Belanda. Jepara dikenal sebagai kota pelabuhan yang sering disinggahi
kapal-kapal asing.
Kuliner Demak dan Kudus dipengaruhi
agama Hindu. Masyarakatnya tidak makan daging sapi, melainkan daging kerbau.
Selain pengaruh negara-negara asing,
kuliner Semarangan juga dipengaruhi kondisi alam. Potensi Semarangan adalah
padi, ubi, jagung, kedelai, kacang tanah, dan kacang hijau.
Getuk runting adalah kudapan khas Pati,
terbuat dari ubi kayu, di atasnya ditaburi serudeng. Sedangkan olahan jagung,
seperti nasi jagung dan jagung goreng, banyak dijumpai di Grobongan.
Beberapa daerah Semarangan mempunyai
gunung dan pengunungan sehingga potensi produksi buah dan sayur mencukupi.
Buku ini juga dilengkapi resep
kuliner Semarangan dan gambar-gambar makanan dan minuman yang menarik.
Mendapatkan pengetahuan kuliner Semarangan,
impas bagi saya, sebagai kompensasi tak menemui ketan biru.
@@@