Iis Soekandar: Minimalis

Kamis, 06 Februari 2025

Minimalis

Buku ini saya ambil dari rak, tanpa tujuan tertentu, lalu segera pergi, demi udara dingin, padahal sepanjang perjalanan menuju perpustakaan, kaus tebal tak berimbas menghangatkan tubuh. Suhu ruang perpusatakaan punya standar tertentu agar kertas-kertas bukunya tidak sobek atau berjamur.

            Sekilas judulnya bersinggungan dengan kondisi tempat tinggal saya. Alih-alih saya bisa menanam pohon rambutan, sejengkal tanah tidak ada di halaman rumah.

Dua minggu lalu saya menyambangi teman. Rumahnya di pinggir kota, daerah Gunung Pati. Ia menanam satu pohon rambutan dan tanaman-tanaman hias di halaman rumahnya. Saya bertanya mengapa tidak ditebaskan pohon itu. Dan uang dari penjualannya untuk membeli kebutuhan rumah tangganya.

            “Hanya inilah yang bisa aku bagikan ke teman-temanku,” jawabnya sambil memisahkan buah-buah rambutan dari tangkainya, lalu memasukkannya ke kantung kresek, yang disiapkan untuk saya bawa pulang. Kami duduk di lantai teras; saya membantunya. Saya tidak berhenti makan rambutan. Dagingnya tebal, ngelotok, dan manis. Sebelumnya saya dan teman-teman lain sering kecewa membeli rambutan di pasar. Terkadang rambutan-rambutan itu masam, atau tidak ngelotok. Sejak itu, setiap panen, ia senang membagikan buah-buah rambutannya kepada teman-temannya.

            Waktu menunjuk pukul empat sore ketika saya mulai membaca buku Urban Farming, sambil ditemani ‘bakpao ijo’ yang sedang viral. Orang menanam tanaman tidak harus di tanah  berhektar-hektar, sebagaimana Pak Tani dan Bu Tani. Daerah perkotaan dengan rumah-rumah berimpitan satu sama lain, orang bisa bercocok tanam, yaitu dengan istilah urban farming atau menanam di lahan terbatas.

Selain tanaman hias, sayuran dan buah-buahan juga bisa ditanam di lahan terbatas: bayam, kangkung, sawi, selada, tomat, cabai, stroberi, kacang-kacangan, paprika, melon, anggur.

Orang mengonsumsi sayuran dan buah dari tanaman sendiri, dapat mengurangi efek degradasi zat gizi. Menurut sebuah studi, sekitar 30-50% zat pada buah dan sayur akan hilang setelah 5-10 hari ditransportasikan dari kebun sampai ke konsumen.

Ada tiga teknik penanaman di lahan terbatas. Pertama, penanaman menggunakan media konvensional: tanah. Tempat tanamnya pot, bambu, atau wadah tidak terpakai. Kedua, penanaman menggunakan media air bernutrisi, yang disebut hidroponik. Ketiga, penggabungan menanam tanaman dan memelihara ikan, yang disebut akuaponik. Teknik ini merupakan simbiosis mutualisma: tanaman memanfaatkan unsur hara dari kotoran ikan; ikan mendapatkan suplai oksigen dari tanaman. Tanaman yang umum dibudidayakan: cabai, tomat, sawi, bayam, dan kangkung; ikan yang umum dipelihara: nila, lele, mas, patin, gurami, tawes.

Setiap teknik diberi gambar dan keterangan secara jelas. Pembaca mudah mempraktikkannya.

Selesai membaca buku, keesokan hari saya berkunjung ke rumah teman. Saat itu wilayah RT-nya, diwakili beberapa warga, mempraktikkan akuaponik. Saya tanyakan apakah lele-lele di dalam ember tumbuh hingga besar, dan kangkung-kangkung yang ditanaman di lubang-lubang tutup ember itu bisa dikunsumsi.

“Berhasil, kok. Sekarang usaha itu diteruskan warga. Setiap panen ikan lele dan kangkung, dia woro-woro.”

Ia bercerita penuh semangat. Terlintas dalam benak saya sebotol air mineral di dalam kulkas. Kelak botolnya akan saya gunakan menanam, mungkin cabai.

@@@


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar