Lebaran sebentar lagi tiba. Ayunda sedih karena belum punya baju Lebaran. Semua temannya sudah menyiapkan baju Lebaran. Bahkan, Amel teman sebangkunya memiliki dua baju. Satu untuk Lebaran hari pertama, satu lagi untuk hari kedua.
Awal
Ramadan lalu, ayah dan bundanya mengatakan tidak akan membelikan baju Lebaran.
Alasan pertama, karena ayah harus menabung untuk biaya mendaftar sekolah. Tahun
ini, Ayunda akan masuk SMP. Alasan kedua, karena baju Lebaran tahun lalu masih
bagus. Jadi, masih bisa dipakai berlebaran tahun ini.
Bunda melihat Ayunda yang merenung
sedih di teras samping rumah. Ayunda hanya diam tanpa senyum, padahal tanaman
di depannya sedang bermekaran indah. Bunda tahu, apa penyebab Ayunda sedih.
“Kamu sedih, karena Lebaran kali ini
tidak dibelikan baju baru, ya? Jangan khawatir. Bunda akan membuatkan baju
Lebaran untuk Ayunda,” janji bunda.
Saat itu, bundanya berkalung
meteran. Kedua tangannya memegang kain motif batik. Dia adalah seorang penjahit.
“Kebetulan, Bunda dapat pesanan menjahit
baju seragam ibu-ibu PKK kampung. Baju itu akan dipakai halal bihalal. Sisa
kainnya bunda kumpulkan. Ada banyak potongan kain tidak terpakai dan cukup
untuk baju Lebaran kamu,” ujar bunda menjelaskan.
“Motif batik cuma cocok untuk orang
tua, Bun,” ujar Ayunda semakin murung. “Apalagi, ternyata Bunda tidak membeli
kain, tetapi akan memakai sisa-sisa kain.”
Beberapa
hari kemudian, baju untuk ibu-ibu PKK sudah jadi. Kini, bundanya mulai membuat
untuk Ayunda. Kain perca sisa batik itu bermotif kolang-kaling atau kawung. Warnanya
terang. Ada warna putih, biru, dan pink. Ia meletakkan pola di atas kain-kain
perca yang sudah disambung-sambung. Lalu, ia mulai memotong sesuai model yang
diinginkan. Bundanya membuat model
baju dengan lengan berkerut. Pinggangnya juga berkerut dan diberi pita pink. Lehernya
tidak berkerah dan berbentuk bulat.
Akhirnya, libur Lebaran usai.
Saatnya masuk sekolah. Di sekolah, biasanya hari pertama para murid dibolehkan
memakai baju bebas atau baju lebaran. Hari itu tidak ada pelajaran. Bapak dan
ibu guru beserta murid-murid akan saling maaf-memaafkan, lalu ada acara makan
siang bersama.
Satu per satu murid mulai
berdatangan. Amel teman sebangku Ayunda, datang paling awal. Baju Amel berwarna
putih dengan pita pink di pinggang. Bahannya dari tulle, sehingga kalau dipakai
mengembang. Amel juga membawa kue Lebaran di dalam kotak makan untuk dimakan
bersama.
Pagi itu, Ayunda diantar ayahnya.
Turun dari kendaraan, Ayunda berjalan melewati lapangan. Saat sampai di
koridor, tampak beberapa teman dari kelas lain duduk di teras. Mereka memerhatikan
baju batik Ayunda. Ayunda jadi kikuk. Namun, ia berusaha tersenyum kepada
mereka.
“Mereka
pasti menertawakan baju batikku. Ini kan perca batik ibu-ibu PKK. Amel juga
pasti menertawakan aku ...” batin Ayunda.
Ayunda
ingin pulang rasanya, karena takut ditertawakan. Namun, karena tidak berani
pulang sendiri, Ayunda akhirnya berjalan ke kelas dengan kepala tertunduk.
Saat
memasuki kelas ...
“Ayunda
bajumu bagus sekali,” teriak Amel begitu melihat Ayunda memasuki kelas.
Amel
memandangi baju batik Ayunda tidak berkedip. Ayunda tampak cantik sekali pagi
itu. Rambutnya dikucir dua dan berponi. Teman-teman yang sudah datang, juga
memandang kagum. Baju Lebaran yang dipakai Ayunda berbeda dari yang lain.
“Bajumu bagus, Ayu!” ungkap Bela.
“Ah, masa?” jawab Ayunda tak
percaya.
“Kamu beli di mana?” tanya Nana.
“Ini buatan bundaku,” jawab Ayunda
kini menjadi bangga.
“Ternyata, baju batik juga bagus
untuk anak seusia kita. Bundamu pandai sekali mengombinasikan motif kain. Rasanya,
belum ada toko yang menjual baju batik seindah ini,” kata Amel.
Teeeeet... teeeet... teeeet
Bunyi bel panjang terdengar tiga
kali. Murid-murid segera diminta berkumpul di lapangan. Ayunda melangkah penuh
semangat.
“Bunda,
terima kasih untuk baju batik yang indah ini,” bisik Ayunda bahagia.
@@@
Cerpen
ini pernah terbit di majalah Bobo, 27 Mei 2021
Tidak ada komentar:
Posting Komentar