Hari
ini, Rani, mama, dan papa pergi ke Kedu di Temanggung. Mereka akan berkunjung
ke rumah Om Heru, adik mama. Sebulan lalu, Bulek Lasti, istri Om Heru,
melahirkan. Baru sekarang Rani dan keluarga menengok sepupu barunya itu. Selain
itu, Rani juga ingin bertemu dengan Indah, keponakan Bulek Lastri. Mereka
bertemu saat pernikahan Om Heru dengan Bulek Lastri.
Di
telepon Indah bercerita bahwa ia mempunyai ayam peliharaan yang unik. Ia akan
memperlihatkan kepada Rani. Rani penasaran.
“Apa
sih istimewanya ayam? Di mana-mana, bentuk ayam sama kan?” gumam Rani
dalam hati.
Setelah
dua jam perjalanan, akhirnya mereka tiba di sebuah rumah yang asri. Rumah
mungil dengan taman penuh bunga warna-warni. Di sebelahnya ada paviliun yang disediakan
untuk istirahat saudara dari luar kota.
Om
Heru dan Bulek Lastri senang menerima kedatangan Rani dan keluarga. Apalagi
semenjak menikah setahun lalu, baru sekarang mereka bertemu lagi. Mereka
bercakap-cakap sambil menikmati camilan tiwul dan minuman teh. Tiwul terbuat
dari gaplek atau singkong yang dikeringkan, kemudian ditumbuk, lalu dikukus dan
diberi gula merah.
Setelah
beberapa lama mengobrol, mereka makan siang. Bulek Lastri menyediakan sayur
lodeh dan lauk tempe serta tahu goreng. Sungguh nikmat dimakan hangat.
“Silakan
kalau mau istirahat,” ucap Om Heru kepada Mama, Papa, dan Rani setelah makan
siang. Sementara Bulek Lastri menengok bayinya di kamar.
“Terima
kasih, Om. Rani mau duduk-duduk di teras saja,” jawab Rani.
Mama
dan papa beristirahat di paviliun. Rani duduk di teras sambil melihat bunga
warna-warni di taman. Tamannya indah dan udaranya sejuk. Temanggung terletak di
lereng Gunung Tidar.
Indah
berjanji akan menjemput Rani. Tidak lama Rani menunggu, Indah datang naik
sepeda. Rambutnya panjang dikucir dua.
“Hai,
Rani, kapan kamu tiba di sini?” sapa anak itu.
“Hai,
juga. Tadi pagi sekitar pukul sepuluh. Wah, wajah kamu sedikit berbeda, ya
sekarang...” ujar Rani sambil melangkah mendekat.
“O
yaa?” seru Indah sambil tertawa.
“Rambutmu
sudah panjang dan tidak pakai poni,” jelas Rani.
“Iya,
rambutku panjang sekarang. Kita, kan, sudah lama tidak bertemu. Rani, yuk, ke
rumahku! Katanya kamu penasaran ingin melihat ayam peliharaanku,” ajak Indah.
“Iya,
aku penasaran,” jawab Rani.
Indah
segera membonceng Rani di sepedanya. Rumah Indah tidak terlalu jauh dari rumah
Om Heru. Tidak hanya Indah, kedua orangtuanya juga senang melihat kedatangan
Rani. Indah segera mengajak Rani ke belakang rumah. Ia memperlihatkan ayam
peliharaannya.
“Aku
baru sekali melihat ayam seperti ini. Bulunya, jenggernya, paruhnya, kakinya, semua
berwarna hitam legam,” ungkap Rani heran.
Di
kebun belakang rumah Indah, ada lima ekor ayam peliharaan Indah. Ayam-ayam itu
berkeliaran di kebun belakang.
“Ini jenis ayam apa, Ndah?” tanya Rani.
“Ini
ayam cemani, ayam khas dari Kedu, Temanggung. Ibuku pernah cerita, ayam ini ada
sejak zaman Kerajaan Majapahit. Pemiliknya Ki Ageng Mangkuhan. Mulanya, paruh ayam milik Ki Ageng ini berwarna putih. Ayam
ini berhasil mengobati anak seorang pejabat. Ayam itu lalu dipasangkan dengan
jenis ayam yang sama.”
“Eh,
anaknya malah berparuh hitam legam. Karena itulah dinamakan ayam cemani.
Nama itu dari bahasa Sansekerta yang artinya hitam legam. Ayam itu terus
beranak pinak. Hingga kini, semua ayam cemani berwarna hitam” jelas Indah
panjang lebar.
“Ternyata
benar, ayam peliharaanmu itu unik. Selain warnanya unik, juga memiliki nilai
sejarah.” Rani semakin terkagum-kagum.
Tiba-tiba,
Indah masuk ke rumah. Ternyata, ia meminta izin orangtuanya untuk memberikan sepasang
ayamnya kepada Rani.
“Kalau kamu mau, kamu boleh ambil sepasang.
Tapi janji, ya, kalau yang betina sudah bertelur, jangan lupa sebagian telurnya
ditetaskan. Itu untuk melestarikan ayam cemani,” pinta Indah.
“Wah,
terima kasih. Aku berjanji akan ikut melestarikan ayam cemani. Ngomong-ngomong,
apakah telurnya juga berwarna hitam?”
tanya Rani.
“He
he he ... telurnya tetap berwarna putih,” jawab Indah sambil tertawa.
Tidak
hanya Rani, mama dan papa juga senang. Rani berjanji akan memelihara sepasang
cemani itu dengan baik. Ia ingin ikut melestarikan ayam cemani yang jumlahnya
semakin berkurang itu.
@@@
Cerita
anak ini pernah terbit di majalah Bobo, Kamis, 19 November 2020
Apik, mbake
BalasHapusAlhamadulillah Mbak Git
Hapus